Saya adalah seorang muallaf dan istri sayapun juga seorang muallaf,
sebelum kami mendapatkan Hidayah masuk ke dalam agama Islam. kami adalah
seorang aktivis gereja Katholik, saya dan istri adalah Ketua Mudika
(Muda-Mudi Katholik) di wilayah tempat tinggal kami. Kami dipertemukan
disaat kami mendapat tugas dalam pembuatan kandang Natal di Gereja.
Pergantian agama saya dari Katholik menjadi Islam cukup melalui pertimbangan yang cukup lama +/- 4 tahun dari tahun 1994-1998.
Awal
perkenalan saya dengan Islam adalah ketika saya mengembalikan keranda
Kakak ipar saya ke Masjid dan setelah itu mengikut tahlilan untuk
mendoakan almarhum kakak ipar saya (nb: kakak ipar saya juga muallaf,
satu-satunya anggota keluarga istri saya yang masuk Islam karena
pernikahannya dengan seorang gadis Minang)
Ketika tahlilan hari
terakhir, ustadz yang memimpin doa saat itu menyampaikan sedikit
wejangan dan mendoakan agar suatu saat kelak ada keluarga dari almarhum
yang akan mengikuti jejak almarhum untuk menjadi muslim, untuk membantu
mendoakan almarhum. Kata-kata yang diucapkan oleh Pak ustadz,
menggetarkan hati saya seolah-olah kata-kata itu ditujukan ke saya,
walaupun saat itu hadir anggota keluarga lain yang non muslim.
Singkat
cerita, ketertarikan dan keinginan saya untuk mempelajari agama Islam
semakin hari semakin bertambah, dan saya sering kali bermimpi tentang
Islam dan menjadi muslim dalam mimpi. Betapa indahnya menjadi seorang
muslim walaupun hanya dalam mimpi.
Suatu hari saya utarakan
keinginan saya untuk masuk Islam dengan istri saya tapi istri saya malah
bertanya " kamu mau menikah lagi apa ? ", saya jelaskan bahwa keinginan
saya untuk masuk islam bukan karena ingin menikah lagi, tapi karena
gejolak hati yang terus mencari agama yang benar, karena saya merasakan
agama katholik yang saya yakini saat itu, sudah tidak dapat menentramkan
jiwa saya.
Karena istri percaya akan alasan yang saya berikan
akhirnya ia berkata " ok kalau mau masuk Islam nanti saja tunggu
anak-anak sudah besar jadi tunggu pensiun dan tinggal di kampung, kalau
dikucilkan keluarga sudah tidak masalah lagi ".
Saya tidak patah
semangat dan saya terus berdoa agar Allah SWT menggerakan hati istri
saya dan memberikan istri saya hidayah agar mau masuk kedalam agama
Islam, agama yang paling sempurna dan di ridhoi oleh Allah SWT, Walaupun
saya belum menjadi muslim (ketika itu), tapi setiap akhir dari doa saya
selalu mengucakan salah satu dari ayat Yaasin yang jika dilafaskan
berbunyi "Innama amaruhu idza araadha syaian ayakaulalahu kun fa ya kun"
jika Allah SWT berkehendak terjadi maka terjadilah, tidak ada yang
mustahil di hadapan Allah SWT. (mohon maaf jika salah dalam penulisan
lafas dan arti harafiah salah satu ayat Yaasin di atas )
Suatu
hari istri saya membaca majalah mingguan "Bintang", di salah satu cerita
dalam majalah itu ada sebuah kisah kembalinya artis Gito Rolies ke
dalam Islam setelah berpuasa Nabi daud. Istri saya lalu menyampaikan
kepada saya mengenai kisah ini, dan mengatakan : " Coba kamu puasa Nabi
Daud, kali-kali saja saya bisa terpanggil juga menjadi muslimah", lalu
saya tanya: "Puasa Nabi Daud seperti apa sih ?" istri lalu menerangkan
bahwa puasa Nabi Daud ialah puasa yang dilakukan secara berselang,
sehari puasa, sehari tidak, dan seterusnya.
Dan karena tekad
saya untuk masuk Islam harus bersama dengan istri (karena saya pernah
membaca kalau salah satu dari pasangan hidup kita tidak seiman, maka
bila berhubungan, hukumnya adalah zinah), maka akhirnya dengan tekad
yang bulat itu, saya lakukan puasa Nabi Daud selama 1 bulan penuh.
Alhamdulillah
1 bulan setelah saya lakukan Puasa Nabi Daud, hati istri saya pun
tergerak untuk mulai mempelajari Islam. Ada kejadian yang merubah
pikiran istri saya, setelah saya lakukan puasa Nabi Daud, yaitu, ketika
istri melakukan doa rosario di malam hari (pkl 02.00), sejenak terlintas
dalam pikirannya betapa teduhnya ia melakukan doa secara Islam dengan
menggunakan mukenah.Dan keesokan paginya istri saya langsung
menceritakan kejadian malam itu dan mengatakan kepada saya untuk segera
mencari tempat untuk belajar bagi warga keturunan Cina yang ingin masuk
Islam. Saya sudah memiliki data tempat-tempat warga keturunan yang ingin
masuk Islam.
Akhirnya saya dan istri berkunjung ke Yayasan Haji
Karim Oei di Jl Lautze Pasar Baru. Alhamdulillah saya dipertemukan
dengan Bp H. Syarif Tanudjaya (sekarang Sekjen PITI dan pimpinan
pengajian MUSTIKA). Ada satu statemen dari Bp Syarif yang semakin
menggugah hati istri saya untuk segera bersahadat, yaitu ketika istri
saya mengatakan " saya mau masuk islam tapi saya mau belajar dulu"
dengan bijaksana Pak Syarif mengatakan " Proses belajar di Islam itu
tidak pernah akan habis, bahkan kita berkewajiban untuk terus belajar
hingga kita ke liang lahat, kalau diwaktu anda belajar dan anda belum
menjadi Islam, alangkah sayangnya jika kita meninggal dalam keadaan
belum memeluk agama Islam" . Alhamdulillah, satu minggu setelah
pertemuan itu (1 April 1998) akhirnya kamipun bersahadat di Masjid
Lautze.
Betapa besarnya Rahmat dan Hidayah yang diberikan Allah
SWT kepada kami sekeluarga, tak dapat kami membalas seluruh Rahmat
Berkat dan Hidayah yang telah Engkau limpahkan bagi kami sekeluarga.
Saya dan istri ingin sekali mengabdikan diri ini untuk kemaslahatan umat
dan syiar tentang agama Islam yang sangat Mulia dan indah ini dan
memuat aturan yang sangat lengkap bagi kehidupan manusia baik di dunia
maupun kehidupan di akhirat.
Kepindahan saya ke dalam agama Islam
ini, bukan berarti saya menghapus seluruh pemahaman agama saya yang
lama (Katholik), tetapi kepindahan ini merupakan kenaikan tingkat
pemahaman dari agama yang lalu, dan merupakan penyempurnaan, dan
meluruskan ajaran Nabi Isa yang telah di putar balikan oleh pengikutNya.
0 komentar:
Posting Komentar